s t e l l a r


When I was child, I want to be an astronaut.
Go to the moon or another star and live there.
Drinking tea every afternoon, watch the earth come up.
That day, I saw you who shining like a star.
And my dream was change..
I want to be an astronaut but not live in the moon.
I want to stay in earth with you.
Loving you everytime, no need living in the moon because you are stellar…


Ana duduk di sebelah Faris, beberapa jam tanpa suara. Mereka berpikir keras dan mencoba menyusun kalimat-kalimat yang tidak sempat tersampaikan sebulan lalu.
‘ Kamu bahkan selalu memintaku mengakhiri semua ini..’
‘ Aku punya alasan ’
‘ Ya, aku tahu. Takkan berguna jika aku meneruskan pembicaraan ini. Aku tak pernah cukup pintar melawanmu berdebat ’
‘ Jangan begitu.. kali ini aku benar-benar sedang merasakan rindu padamu..’
Faris tertunduk. Rasa marah dan rindu bercampur di dadanya. Lalu Ana mencoba membujuk Faris, laki-laki yang usianya lebih muda 4 tahun darinya. Ana mendekat, lalu mengecup pipi kiri Faris.
Faris tetap diam dan tak berekspresi walaupun dia merasakan marah yang semakin menjadi-jadi. Dia mengangkat kepalanya lagi.
‘ Sedang merasa rindu? Apa aku tidak salah dengar?’
‘ Tidak, aku benar-benar merindukanmu.. entah kenapa..’
‘ Kamu datang karena rindu, lalu bagaimana jika aku yang merasa rindu padamu?!!’
Kali ini giliran Ana yang tertunduk.
‘ Kamu tahu, kamu sangat-sangat tahu bagaimana perasaanku.. Sudahlah, aku setuju mengakhiri semua ini.’
Ana terperanjat. Dengan seketika dia mendekap tubuh Faris.
‘ Kenapa kamu berubah pikiran?’
‘ Aku tidak berubah pikiran. Cinta telah cukup memberikan siksaan untukku. Cukup aku mengenal dan merasakan sedikit cintamu, walaupun mungkin kamu tidak sepenuh hati. Hatiku pun Cuma ada satu, jadi aku setuju mengakhiri semua ini..’
Faris mencoba melepaskan dekapan Ana. Ana tiba-tiba menangis.
‘ Tak perlu menangis. Aku tak pernah menyakitimu bukan? Pulanglah… kakakku pasti sudah menunggumu pulang.’
Faris mencoba berdiri. Dia harap Ana segera keluar dari kamarnya. Namun Ana tak bergeming, dia tetap terduduk di sofa berwarna coklat tempat mereka biasa bergumul melampiaskan cinta.
‘ Kamu marah?’
‘ Tidak, hanya saja sedikit sulit menerima semua. Kehidupan kakakku terlalu sempurna, dia sudah mendapatkan semua yang dia inginkan, termasuk kamu. Sangat berbeda denganku. Sudah, pulanglah…’
Faris membuka pintu kamarnya, mempersilakan Ana keluar. Ana berdiri lalu berjalan menuju pintu, tapi dia tidak keluar. Dia justru menutup pintu dan menguncinya.
‘ Pahami rasa rinduku…’
Ana memeluk tubuh Faris.
‘ Ana, pulanglah.. Aku paham rasa rindumu.’
Faris melepaskan tangan Ana dari lehernya.
‘ Kamu sudah tidak menginginkanku lagi? Apa sudah menemukan perempuan yang seperti bintang itu?’
‘ Kamu lah yang tidak pernah memahamiku. Aku terlalu banyak bermimpi selama ini..’
Faris kembali membuka pintu dan menyuruh Ana pulang.
‘ Baiklah jika kamu setuju. Kita tak akan bertemu dengan cara seperti ini lagi. Ah, seandainya boleh memilih, aku ingin dilahirkan sepantaran denganmu, dengan begitu mungkin aku tak bertemu Fandhi lebih dulu… Aku pamit.’
Faris tak menimpali kata-kata Ana lagi. Dia menahan rasa sakit lagi membiarkan Ana pergi. Dia melihat Ana berjalan menjauh dari kamarnya, dirasakan matanya mulai basah tapi segera dia usap dengan punggung tangannya.

Beberapa menit kemudian handphonenya bergetar. Ada pesan dari Ana.

From : S T E L L A R
+6281343994990
Faris,
Beritahu aku
jika kamu sudah menemukan
perempuan seperti bintang yg slalu
kamu impikan..
Aku akan tenang setelah itu.


Setelah membaca pesan dari Ana, Faris segera keluar dari kamar menuju balkon. Dia melihat langit malam ini penuh bintang. Tangan kanannya menggapai-gapai udara seolah mencoba meraih satu di antara ribuan bintang. Tak ada wajah lain yang dia lihat selain wajah Ana setiap kali melihat bintang.
‘ Mimpiku sudah berakhir. Aku tak akan pernah memilikimu, stellar..’







-It’s end-
September 11th, 2009
Inspired by: Incubus ‘Stellar’

0 komentar: