B U K A H A T I M U

Entah sejak kapan rasa seperti ini muncul. Sepertinya sudah banyak tahun berganti sejak aku mencintaimu. Oh ya, aku ingat. Saat itu kita sama-sama sedang menjalani ujian masuk sebuah SMP favorit, pertama kali aku melihatmu. Sudah hampir 9 tahun yang lalu. Namun bagiku waktu yang tahunan itu tidak begitu mampu mengukur sejauh apa yang aku rasa padamu.
Saat itu kita menjalani ujian di dalam ruangan yang sama. Mataku tak cukup jeli sebenarnya, tapi saat melihatmu tertawa karena pensilmu tiba-tiba patah, membuatku tak henti-henti memandangi wajahmu. Kamu cukup cantik, dan seketika adrenalinku mengalir semakin deras. Aku ingin mengenalmu. Dan Tuhan sepertinya mengerti keinginan seorang laki-laki kecil yang mulai mengalami masa puber kala itu.
Waktu pengumuman tiba. Namaku menyembul di antara ratusan nama lain yang diterima. Lalu, aku tak tahu siapa namamu. Tapi di ujung laboraturium, kamu dan beberapa temanmu bersorak dan memanjatkan syukur. Aku pun begitu, kita sama-sama akan bersekolah di tempat ini.
Tuhan benar-benar baik padaku. Kita ditempatkan di kelas yang sama, kelas 1-B. Hari berganti, dan akhirnya aku berhasil mengetahui namamu bahkan mengenalmu. Entah karena kebetulan atau apa, kita sering disatukan dalam kelompok kecil. Membuatku semakin dekat denganmu.

Itulah awal aku mengenalmu. Banyak hal yang kamu ceritakan padaku, kamu ingat? Kamu memintaku menjadi sahabatmu. Dan tanpa banyak berpikir, aku segera menganggukkan kepalaku. 9 tahun waktu kita, terlalu banyak yang bisa kuceritakan tentangmu. Kamu mampu memandang banyak hal dari sudut lain yang tak biasa dipandang orang pada umumnya.
Saat itu, kamu selalu bercerita tentang laki-laki berparas seperti Armand Maulana yang membuatmu gila. Kamu berhasil menaklukan dia, dan kalian berpacaran saat kenaikan kelas 2 SMP. Kamu sepertinya mulai sibuk dengan Si Armand, dan aku sedikit terlupakan. Tapi tak apa, kamu akan datang padaku jika kamu bertengkar dengan Armand. Aku masih punya sedikit tempat di hatimu. Kamu sahabatku, terindah untukku.
Hubunganmu tak berjalan mulus. Armand memutuskan hubungan, dan kamu pun dengan mudah mendapatkan penggantinya. Laki-laki setelah Armand yang menjadi kekasihmu, aku lupa namanya. Aku tak begitu menyukainya karena aku tahu, dia juga merayu anak perempuan lain jika kamu tidak ada. Tapi, kamu selalu membanggakannya karena dia ketua OSIS. Hah, ya aku bukan siapa-siapa.

Kamu pernah bertanya, mengapa aku tidak punya pacar atau mengapa aku tak pernah menceritakan padamu siapa perempuan yang aku suka. Dan aku hanya mampu menjawab dalam hati, satu-satunya perempuan yang ada di hatiku adalah kamu. Kamu tidak benar-benar peduli akan jawabanku atas pertanyaanmu, karena kamu memang tidak pernah sungguh-sungguh ingin tahu lebih dalam tentang aku. Kamu hanya ingin membagi padaku tentang kisah cintamu yang baru.
Apa kamu ingat, aku pernah mencoba mengungkapkan perasaanku padamu? Kita masih kelas 3 SMA saat itu. Dan kamu segera tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuanku. Kamu mengira aku bercanda, dan dengan mudah kamu berkata tak mungkin bisa mencintaiku. Dan mungkin memang benar, kamu tak pernah mampu membuka sedikit celah hatimu untukku.
Ada beberapa laki-laki yang sempat memiliki status sebagai kekasihmu saat itu. Dan itu membuatku merasa seperti pecundang, aku tak pernah mampu mengungkapkan betapa aku mencintaimu bahkan aku bisa lebih baik dari semua laki-laki yang pernah kamu ceritakan padaku. Aku tetap pecundang, sampai saat ini. Tak mampu meyakinkanmu.

Saat ini, aku sedang mencari bahan untuk skripsi. Semester depan aku harus mengajukan judul untuk skripsiku. Sama juga sepertimu, walaupun sekarang kita kuliah di jurusan yang berbeda. Aku lebih memilih Teknik Informasi, dan kamu selalu ingin menjadi seorang guru Bahasa Inggris. Kamu selalu bilang, ‘ Bikin orang-orang open minded dengan kemajuan jaman, biar gak dikadalin terus sama orang luar.. Kalau ngomong saja gak bisa, lama-lama kita bisa habis..’.
Dan persahabatan kita masih sama seperti dulu. Aku bersyukur atas itu, meskipun kita semakin jarang saja bertemu.

Tadi malam kamu tiba-tiba menelponku. Kamu bilang kamu tidak bisa tidur dan suaramu terdengar serak di ujung sana. Rasa khawatir mulai menyerangku. Ternyata kamu bertengkar dengan kekasihmu yang baru, laki-laki asal Makasar yang pernah kamu kenalkan padaku saat reuni 2 bulan lalu.
Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan angka 1, dan kamu mulai bercerita panjang lebar tentang laki-laki Makasar itu. Kamu bilang dia sering bersikap kasar dan tak segan memukul jika kalian bertengkar. Kamu menangis. Seperti biasa, aku tak perlu berkomentar banyak-banyak karena aku memang cukup mendengarkan saja. Kamu selalu begitu, keras dan sering mengabaikan nasehat orang lain.
Percakapan kamu tutup dengan kalimat, ‘ aku tetap mencintai dia karena aku yakin dia juga sebenarnya sangat mencintaiku’. Jam 3 pagi, kamu mulai lelah dan menutup telepon tanpa mengucapkan terima kasih padaku. Tak apa, itu pun sudah biasa.
Namun tadi malam, kamu membuatku merasa sangat lemah. Waktu 9 tahun aku jalani dengan menempatkanmu di hati terdalamku, tak pernah terganti meski banyak hati menghampiri. Kamu sudah terlelap di sana, dan untuk pertama kali aku menangis setelah menahun bertahan mencintaimu. Selama ini aku tak pernah merasa begitu lemah karena mencintai sahabatku. Kamu tetap sahabatku, tetap terindah untukku.

Inikah cinta buta?
Tak perlu khawatir. Apapun yang kamu lakukan, meski menyakitkanku, aku tetap mencintaimu…





-Not yet-
September 12th, 2009
Inspired by Armada ‘ Buka Hatimu ‘

0 komentar: